Isu Pendidikan Indonesia

Nilai literasi dan matematika masih rendah

Hasil Asesmen Nasional Berbasis Komputer (ANBK) 2022 menunjukkan bahwa 50% anak Indonesia belum mencapai kompetensi minimum literasi, dan 75% belum mencapai kompetensi minimum numerasi. Skor PISA Indonesia 2022 juga menunjukkan penurunan tajam, dengan skor numerasi matematika Indonesia (366) setara dengan Palestina, dan merupakan yang terendah sejak 2006. Skor literasi membaca Indonesia pada 2022 juga menurun ke angka 359, terendah dibandingkan tahun-tahun sebelumnya, sementara pada 2009 Indonesia mencapai skor 402. Satriwan menyoroti kurangnya tawaran solusi konkret untuk mengatasi masalah rendahnya kompetensi literasi dan matematika anak Indonesia.

Indeks Kompetitif Global Indonesia

Satriwan mengkritik ketiga calon presiden karena tidak membahas Indeks Kompetitif Global Indonesia dalam debat. Indeks ini penting karena berkaitan erat dengan kualitas pendidikan, yang mempengaruhi daya saing Indonesia secara global. Menurut Data Global Competitive Index (GCI) 2023, meskipun Indonesia naik 10 peringkat, masih kalah dibandingkan Malaysia, Thailand, dan Singapura. Selain itu, berdasarkan Human Capital Index (HCI) 2020, Indonesia berada di peringkat 96 dari 174 negara, menunjukkan bahwa anak-anak Indonesia diperkirakan hanya dapat mencapai 54 persen dari potensi produktivitas maksimum mereka ketika dewasa. Indeks ini dan solusinya tidak dibahas dalam debat.

Lulusan SMK paling banyak menganggur

Satriwan menilai bahwa kesuksesan kebijakan pendidikan, terutama di SMK, sangat penting untuk menghasilkan tenaga kerja terampil. Namun, hingga kini lulusan SMK masih menyumbang pengangguran tertinggi di Indonesia. Data Badan Pusat Statistik Februari 2023 menunjukkan ada 7,99 juta pengangguran, dengan 9,60% di antaranya lulusan SMK, dibandingkan dengan 7,69% lulusan SMA. Meski ada penurunan dari 11,45% pada 2021, upaya pemerintah dalam pendidikan vokasi baru berhasil mengurangi pengangguran SMK sebesar 1,85% dalam dua tahun. Satriwan mengkritik ketiga capres yang belum membahas isu mendasar ini.

Lulusan SD dominasi angkatan kerja

P2G menilai bahwa dalam debat capres, tidak ada solusi untuk masalah dominasi angkatan kerja lulusan SD. Data BPS 2023 menunjukkan bahwa angkatan kerja lulusan SD mencapai 39,76%, sementara lulusan SMA 19,18% dan lulusan SMP 18,24%. Lulusan perguruan tinggi (D1-D3 dan D4/S1/S2/S3) hanya 11,33%. Satriwan menyoroti bahwa seharusnya angkatan kerja semakin meningkat seiring jenjang pendidikan, dan menyayangkan bahwa isu ini tidak dibahas dalam debat capres.

Roadmap pendidikan nasional

Kepala Bidang Advokasi P2G, Iman Zanatul Haeri, menyesalkan bahwa capres tidak mengusulkan Roadmap atau Grand Design Pendidikan Nasional. Menurutnya, Roadmap ini harus menciptakan sistem pendidikan yang terintegrasi, bukan parsial, dan termasuk desain tata kelola guru. Iman menilai bahwa kebijakan pendidikan yang terlalu banyak, seperti Merdeka Belajar, tidak efektif. Ia menyarankan agar cukup dengan Roadmap Pendidikan Nasional yang jelas, melibatkan semua pihak untuk mencapai tujuan pendidikan nasional.

Beban administrasi

Iman berharap Roadmap Pendidikan Nasional tidak hanya mengikuti tren global dan teknologi, tetapi juga mengatasi berbagai masalah yang dihadapi dalam sistem pendidikan saat ini. Ia menyoroti bahwa platform seperti Merdeka Mengajar (PMM) menambah beban administrasi guru dan menimbulkan masalah seperti penambangan data anak, kesehatan mental terkait screen time, dan kesulitan pemutakhiran data pendidikan. Iman mengkritik bahwa PMM dan digitalisasi pendidikan malah menambah beban pada guru dan menimbulkan isu baru, seperti gangguan server PPG dan motif bisnis dalam digitalisasi pendidikan.

Biaya pendidikan

Iman menilai visi-misi capres mengenai pendidikan masih tidak jelas.

1, Anies-Muhaimin, berjanji menyediakan sekolah gratis tanpa rincian yang memadai.

2, Prabowo-Gibran, akan memberikan makan siang dan susu gratis, namun Iman khawatir hal ini dapat mengurangi anggaran pendidikan. Jika Rp400 triliun dari Rp612 triliun anggaran pendidikan digunakan untuk program tersebut, ini bisa melanggar konstitusi.

3, Ganjar Pranowo-Mahfud MD, untuk memberikan gaji guru Rp20-30 juta per bulan dianggap tidak realistis karena akan menghabiskan lebih dari Rp1.000 triliun dari APBN.

Kesejahteraan dan kualitas guru

Iman menyesalkan bahwa dalam debat capres tidak ada komitmen untuk mengangkat guru PNS. Pasangan capres nomor 01 hanya berjanji mengangkat guru honorer menjadi PPPK, yang dianggap sebagai solusi darurat dan bukan solusi utama. Selain itu, dari 3,3 juta guru, 1,6 juta belum disertifikasi, berarti lebih dari 40% guru belum memenuhi syarat profesional sesuai UU Guru dan Dosen. Iman menilai pemerintah gagal memenuhi target sertifikasi guru yang seharusnya selesai pada 2015.

Persoalan PPPK

Iman mengungkapkan bahwa hingga 2024, pemerintah baru merekrut 794.724 guru PPPK, sementara ada belasan ribu guru lolos passing grade sejak 2021 yang belum jelas statusnya. Kebutuhan guru ASN hingga 2024 mencapai 1.312.759. Iman berharap capres menghindari masalah serupa di masa depan dan mendukung pembukaan kembali seleksi PNS, karena PPPK hanya alternatif sementara. Dia juga menyoroti kesejahteraan guru honorer yang rendah, dengan gaji antara Rp500 ribu-Rp1 juta. Iman mengusulkan penerapan Upah Minimum Guru Non ASN sebagai solusi yang lebih realistis daripada kenaikan gaji yang tidak dapat dicapai.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *