dr. Dicky Budiman, M.Sc.PH, Ph.D. (cand.) : Ahli Epidemiologi dari Griffith University

Peneliti Epidemiologi di Australia

dr. Dicky Budiman, M.Sc.PH., Ph.D. (cand) dilahirkan di Bandung, pada tanggal 9 September 1971. Beliau adalah seorang dokter, epidemiolog, dan peneliti Indonesia dari Universitas Griffith, Australia. Beliau pernah menjabat Sekretaris Dewan Pengawas Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan pada 2016–2018. Ia dikenal secara luas sebagai analis Covid-19 untuk Indonesia.

Latar Belakang Pendidikan

Kang Dicky lahir di Kota Bandung pada 9 September 1971. Bapaknya adalah seorang dokter lulusan Universitas Padjadjaran yang pernah berkarier di Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat dan menjabat Direktur Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (P2PL) Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Dicky mulai aktif menulis sejak menjabat Ketua Organisasi Siswa Intra Sekolah (OSIS) di sekolah menengah pertama (SMP) dan sekolah menengah atas (SMA). Secara otodidak ia mengasah kemampuannya dalam berkomunikasi baik secara lisan maupun tulisan selama bersekolah. Ia turut bergabung dalam klub majalah dinding (mading) sekolah dan sering mengikuti kompetisi dan memenangkannya hingga tingkat nasional.

Tertarik Menjadi Teknokrat

Dicky sering memenangkan kompetisi olimpiade fisika saat bersekolah. Ia ingin mendaftar beasiswa STAID (Science, Technology, and Industrial Development) dari Presiden B.J. Habibie untuk mendapatkan berkuliah ke Jerman. Namun, ia akhirnya memilih kuliah kedokteran karena mengikuti keinginan bapaknya. Ia mengikuti ujian masuk perguruan tinggi negeri (UMPTN) dan lulus sesuai keinginan bapaknya. Awalnya Dicky tidak menyukai kedokteran yang dianggapnya “diam begini”, tetapi ia menjadi suka ketika menemukan bidang kesehatan masyarakat yang sesuai dengan minatnya.

Aktif dalam Mengasah Opini

Saat berkuliah, ia aktif menulis surat pembaca untuk surat kabar untuk mengasah opininya. Sebelum media online menjamur, ia sering mengirimkan tulisan-tulisannya kepada orang sekitarnya melalui surat elektronik (e-mail). Ia meraih gelar dokter dari Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran pada 1997. Ia lalu meraih gelar magister sains dalam bidang epidemiologi penyakit menular dari Universitas Griffith, Australia pada 2004. Ia menerima beasiswa magister dari Bank Pembangunan Asia (ADB) pada 2003. Tesisnya yang menbahas HIV/AIDS berhasil menjadi tesis terbaik dan dipresentasikan di Bangkok. Ia sedang menempuh studi doktoral di Universitas Griffith sejak 2019.

Karir Profesional

Dicky memulai kariernya sebagai Kepala Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) Cisaruni, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat. Dari sana ia mengenal berkenalan dengan penyakit, wabah, seperti TBC, malaria, diare, termasuk HIV/AIDS. Sejak 2000 hingga 2020, ia juga berpengalaman di Kementerian Kesehatan, Bappenas, BPJS Kesehatan, UNDP, ASEAN, dan Organisasi Kerjasama Islam. Ia merupakan seorang pegawai negeri sipil sejak 2005. Jabatannya ialah analis data dan informasi di Subbagian Kerja Sama Bilateral II, Biro Kerja Sama Luar Negeri, Sekretariat Jenderal Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Dicky mengidolakan penulis Stephen R. Covey yang menulis buku The 7 Habits. Menurutnya buku itu ringan, tetapi penuh makna sehingga ia terinspirasi. Ia sering berkonsultasi dalam hal menulis karya ilmiah kepada Profesor Cordia Chu, seorang profesor Universitas Griffith yang memiliki ribuan karya.

Pandemi Covid-19 di Indonesia

Pada Oktober 2019, Dicky Budiman memperoleh informasi dari konferensi internasional yang diikutinya di Guangdong, Tiongkok bahwa segera akan terjadi pandemi. Ia lalu mengambil riset tentang virus korona pada November 2019. Ia lalu memperingatkan bahaya pandemi kepada rekan di Kementerian kesehatan dan beberapa instansi pemerintah Indonesia lainnya. Namun, peringatannya tidak terlalu diacuhkan. Ia lalu mengirimkan tulisan ke Harian Kompas dan cuitan di akun Twitter pribadinya tentang prediksi terjadinya pandemi Covid-19 di bulan Maret 2020. Keesokan harinya, pada 2 Maret 2020, pemerintah mengumumkan 2 kasus Covid-19 perdana di Indonesia. Segera setelah kenyataan prediksi itu, ia mendapat atensi dari media massa Indonesia dan internasional. Ia diwawancari oleh banyak stasiun televisi, surat kabar, dan media online. Ia sering menerima serangan pendengung/buzzer pro kebijakan pemerintah di Twitternya.