Septinus George Saa
Septinus George Saa, juga dikenal sebagai Oge, memiliki potensi besar meraih Nobel Fisika berkat kemenangan dalam lomba First Step to Nobel Prize in Physics 2004. Penelitiannya menghasilkan George Saa Formula dan mendapat pengakuan dari ahli fisika, membawa padanya banyak tawaran beasiswa dan ketenaran.
Lahir sebagai Jenius Papua
Septinus George Saa lahir di Manokwari pada 22 September 1986. Dikenal sebagai salah satu ‘mutiara’ Papua, ia mulai menunjukkan kecerdasannya sejak usia dini, meski sering berpindah-pindah dan kadang hidup terpisah dari orang tuanya.
Tantangan Ekonomi dan Pendidikan
Dengan keterbatasan ekonomi, George sering kali tidak bisa masuk sekolah. Jarak 10 km dari rumah ke sekolah dan ongkos angkutan umum yang mahal membuatnya harus pulang ke rumah untuk makan. Namun, tekadnya untuk belajar tidak pernah pudar.
Kecintaan pada Fisika dan Pembelajaran
Sejak SMP, George sudah tertarik dengan fisika, meskipun ia mengaku bahwa kecintaannya pada belajar lebih luas daripada sekadar fisika. Ia menyukai berbagai mata pelajaran, termasuk kimia, sejarah, dan bahasa Indonesia.
Keberanian dalam Mengikuti Beasiswa
Meski ibunya sempat melarang, George berangkat ke Jakarta diam-diam dibantu kakaknya, Franky. Keberangkatannya terbukti berharga ketika ia meraih peringkat delapan dalam lomba matematika internasional di India pada November 2003.
Keberhasilan di Polandia
Pada 2004, George meraih First Step to Nobel Prize in Physics di Polandia dengan makalah berjudul Jaringan Segitiga Tak Terbatas dan Kisi Heksagonal Resistor Identik. Penemuan ini membawanya ke podium emas.
Penemuan “George Saa Formula”
Salah satu pencapaian terbesarnya adalah rumus “George Saa Formula”, yang digunakan untuk menghitung hambatan antara dua titik dalam rangkaian resistor. Ini mengukuhkan namanya di dunia fisika internasional.
Pendidikan di Luar Negeri
Setelah kemenangan, George mendapatkan banyak fasilitas, termasuk beasiswa untuk kuliah di luar negeri. Ia memilih Florida Institute of Technology di Amerika Serikat, belajar di jurusan aerospace engineering dan mempelajari teknologi pesawat terbang dan roket. Tahun pertamanya di Amerika penuh tantangan karena keterbatasan bahasa Inggris. Ia harus belajar bahasa intensif di sekolah bahasa sebelum memulai kuliah. Setelah lulus pada akhir 2009, George bekerja di perusahaan internasional sambil berkontribusi pada lembaga pemberi beasiswa.
Inspirasi
Meskipun keluarga mereka hidup dalam keterbatasan, semua anak Ibu George berprestasi tinggi. Ibu George, Nelce, dengan bangga menyatakan bahwa mereka tidak manja dengan uang, melainkan berjuang untuk mencapai sukses.